Gus Dur adalah contoh paling otentik, baik secara ideologis maupun secara biologis, tentang wajah keagamaan dan politik kebangsaan Nahdlatul Ulama (NU).
Maka ketika warga NU menggetarkan langit Indonesia pada hari ulang tahun kelahiran (harlah) yang ke-82 dua pekan lalu, nama Gus Dur selalu muncul. Komentar positif maupun minornya selalu menjadi berita, ulasan-ulasan media massa tentang harlah NU selalu dikaitkan dengannya, dan ungkapan takzim kepadanya selalu diucapkan pada sambutan-sambutan resmi acara harlah NU di berbagai tempat.
Ada disertasi doktor (S-3) tentang Gus Dur yang baru diluluskan di Universitas Gadjah Mada (UGM). Munawar Ahmad, penulis disertasi itu, dinyatakan lulus cum laude (dengan pujian) setelah mempertahankannya di depan para profesor penguji pada Program Pascasarjana UGM.
Disertasi dengan judul "Kajian Kritis terhadap Pemikiran KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 1970-2000" itu dipertahankan dalam rapat terbuka Senat Pascasarjana UGM tanggal 18 Desember 2007 lalu di depan delapan dari sembilan penguji, yaitu Yahya Muhaimin, Mohtar Mas'oed, Purwo Santoso, Joko Suryo, Moh Mahfud MD, Yudian Wahyudi, I Ketut Putra Ernawan, dan Edi Martono. Bachtiar Effendi yang juga menjadi penguji berhalangan hadir.
Metode CDA
Munawar Ahmad yang dosen pada Fakultas Usuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta layak lulus dengan pujian (cum laude) karena hasil kerja kerasnya yang tergambar dari isi disertasinya itu.
Disertasi itu membedah dengan tekun kira-kira 500 tulisan Gus Dur yang dipublikasikan sejak 1970 sampai dengan 2000. Di dalam disertasi itu ada daftar tulisan tersebar karya Gus Dur sebanyak kira-kira 300 artikel ditambah 17 buku yang menghimpun berbagai tulisan Gus Dur sehingga keseluruhannya jika dipecah-pecah dalam tulisan aslinya memang tidak kurang dari 500 artikel. Metodologi yang dijadikan bingkai atau kerangka kerja penulisan itu adalah metode critical discourse analysis (CDA).
Berbeda dengan metode content analysis lainnya seperti analisis wacana atau analisis framing, metode CDA ini mempunyai kelebihan dam diyakini mampu untuk menjawab permasalahan penelitian yang oleh Munawar dirumuskan dalam tiga hal. Pertama, bagaimana konstruksi akar pemikiran politik Gus Dur sebagai prototipe pemikiran politik Islam kontemporer di Indonesia? Kedua, mengapa Gus Dur melakukan difference dengan cara selalu menawarkan diskursus alternatif terhadap grand politics di Indonesia?
Ketiga, bagaimana karakter ijtihad politik yang dibangun Gus Dur ketika memetakan, mengomentari, dan mendialektikakan teks ilahiah (nash) dengan konteks keindoinesiaan (urf)? Metode CDA ini mempunyai kelebihan karena mampu melakukan analisis multi-track, yakni mikro, messo, dan makro sehingga kajian terhadap diskursus tidak hanya memberi arti atau memaknai saja, melainkan juga mampu menjelaskan kontekstualitas teks itu terhadap solusi sosiologisnya yang akhirnya pada tahap makro mengkritisi temuan data.
Metode CDA dengan demikian tidak hanya melakukan elaborasi, tetapi juga melakukan kritik atas teks itu sendiri. Munawar mengatakan bahwa CDA ini mampu membongkar kejujuran dan kebohongan yang terkandung di dalam teks-teks yang dianalisis.
Lima Traktat
Apa yang menarik dari Gus Dur sehingga diangkat dalam sebuah penelitian setingkat disertasi? Munawar beralasan karena pada diri Gus Dur melekat berbagai predikat, yakni kiai, politisi, intelektual, budayawan, mantan tokoh pergerakan, dan mantan Presiden RI.
Kemampuan Gus Dur melakukan gerakan politik diakui oleh kawan dan lawan yang ditunjukkan oleh keberhasilannya meraih jabatan presiden. Bagi sarjana politik, pemikiran dan perilaku Gus Dur dapat dipandang sebagai khazanah dalam dinamika pemikiran politik di Indonesia. Gayanya yang nyleneh menunjukkan adanya tipikal pemikiran politik saat melakukan interaksi dan advokasi politik yang untuk sebagian orang NU dianggap sebagai bentuk anomali.
Sikap nyleneh dan anomali itu merupakan keunikan sekaligus kelebihannya sebagai nilai tawar di hadapan politisi lain. Salah satu kelebihan Gus Dur yang patut diperhitungkan adalah kemampuannya membangun intelektualisme dan aktivisme sekaligus yang sangat jarang dilakukan oleh ulama klasik yang melingkunginya. Ia berjuang melalui politik praksis sambil melakukan perlawanan terhadap kebodohan politik itu sendiri dengan intelektualismenya.
Disertasi ini menemukan lima traktat pemikiran Gus Dur, yakni (1) dinamisasi dan modernisasi pesantren (1973) yang mengusung ide pendekatan ilmiah model Marxian terhadap situasi politik Indonesia; (2) pengenalan Islam sebagai sistem kemasyarakatan (1978) yang berisi semangat mengembangkan Islam klasik serta bagaimana syariah diimplimentasikan dalam menghadapi masalah-masalah mutakhir; (3) Islam dan militerisme dalam lintasan sejarah (1980) yang berisi ide perlawanan kultural model Marxian terhadap kekerasan (violence); (4) konsep kenegaraan dalam Islam (1983) yang berisi ide sekularistik dan integralistik pemikiran Gus Dur tentang hubungan antara agama dan negara; serta (5) pribumisasi Islam (1983) yang berisi pendekatan humanisme dalam politik dan keagamaan.
Dengan traktat-traktat itulah Gus Dur tampil sebagai tokoh nasional yang menguasai jagat pemikiran, jagat keagamaan, dan jagat politik di Indonesia. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh pejuang demokrasi yang sangat pluralis, egaliter, dan humanis. Dalam berjuang Gus Dur juga bekerja sesuai dengan adagium bellum omnium contra omnes yang mendalilkan bahwa kekuasaan hanya dapat dilawan dengan kekuasaan.
Namun perlawanan kekuasaan Gus Dur terhadap kekuasaan dilakukan melalui perjuangan kultural dan antikekerasan. Bahkan Gus Dur juga lihai melakukan perlawanan melalui humor. Tentang ini ada tulisan Gus Dur yang berjudul "Melawan Melalui Lelucon" (Tempo, 2000) dan saya sendiri pernah menulis (Jawa Pos,15-3-2006) berjudul "Politik Humor Gus Dur".
Gus Dur juga dicatat sebagai pemain politik "tebar jala" yang ulung sehingga pada saat tertentu semua kekuatan politik dapat didekatinya sesuai dengan kebutuhan psikologis politik masing-masing. Maka, meski PKB hanya meraih 12 persen pada Pemilu 1999, Gus Dur dapat terpilih menjadi presiden.
Moh Mahfud MD
(ketua Mahkmah Konstitusi RI)
No comments:
Post a Comment