Monday, May 20, 2013

ANALISIS APBD KAB. PASAMAN BARAT 2013

Ditulis Oleh: Fahrezi, S.IP*
 
Meskipun PAD pasaman Barat ada penaikan dari tahun sebelumnya yakni dari 33,702 menjadi 42.545 tetapi dalam persentase PAD ini masih dibawah rata-rata nasional yakni 18 % dari total pendapatan sedangkan Pasaman Barat baru mampu mencapai 5,8 %. Untuk menutupi kekurangan kapasitas fiskal tersebut dibantu dengan dana perimbangan dari pusat yang didominasi oleh Dana Alokasi Umum sebesar 523,535 Miliar dari total dana perimbangan sebesar 624.205
Pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi pemasukan dominan dalam mencapai PAD dalam angka uangnya memang naik, jika pada tahun 2012 dengan pajak 9,4 Miliar dan Retribusi dengan 4,72 Miliar namun dalam persentase dari total pendapatan keseleluruhan secara persentase terjadi peningkatan yang tidak signifikan jika pada tahun 2012 pajak daerah sebsar 1,4 % dari total pendapatan sekarang juga statis 1,4 %, sedangkan Retribusi daerah terjadi peningkatan meski tidak signifikan dari 0,72 % menjadi 1,7 %.
Lain-lain pendapatan yang sah terjadi penurunan, lain-lain pendapatan yang sah ini seperti pajak kendaraan bermotor yang revenue sharing dengan propinsi dan lain-lain. Jika pada tahun 2012 berkisar pada 85,304 Miliar atau setara dengan 13,05 % dari total pendapatan ketika itu sekarang turun menjadi 62,806 setara dengan 8,6 % total pendapatan.
Alokasi Belanja masih didominasi oleh Belanja Pegawai yang mencapai 50 % dari Total Pendapatan sangat disayangakan Kabupaten yang baru mekar pada tahun 2003 sudah memiliki porsi yang begitu besar pada sektor pegawai. Alokasi yang dibutuhkan untuk Belanja Pegawai sebesar 389.862. berbeda dengan kabupaten yang sama-sama mekar yakni Kab. Solok Selatan dengan Belanja pegawai untuk pos Belanja tidak langsung sebesar 228,331 Miliar sedangkan Dharmasraya baru sebesar 272,322 Miliar pada tahun 2013 ini. ada jarak sebesar 100 miliar lebih dari dua kabupaten yang sama-sama mekar. Saya tidak tahu letak salahnya dimana apakah benar pegawai kita sudah begitu banyak kali.
Pada bantuan keuangan masih seperti sebelumya 19,861 yang dialokasikan 1 Miliar untuk satu nagari,,tetapi sama dengan tahun-tahun sebelumnya kritik saya tetap pada dana ini seharusnya bukan 1 Miliar pernagari tetapi lebih dari itu. Menurut PP No 72 tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa, menyebutkan bahwasanya sumber keuangan desa yang berasal dari DAU wajib 10 % nya diserahkan oleh Daerah untuk dialokasikan kepada ADD (alokasi Dana Desa/Nagari). DAU sebesar 523,535 jika dibagi 10 % berarti berkisar 52,353. Jika 52,353 Miliar dipakai dengan rumus malas yakni pukul rata semua berarti dibagi dengan 19 Nagari yang ada hasilnya adalah 2,7 Miliar Per Nagari. Bukan 1 Miliar jika merunut pada PP 72 tahun 2005 tersebut khususnya pada bantuan keuangan desa/nagari.
Belanja Langsung Naik sebesar 0,6 % dari tahun 2012. Perlu ditingkatkan lagi karena pos inilah yang sangat penting. Hadirnya pemerintah dengan pembangunan baik insfrastruktur maupun pelayanan kuncinya adalah pada pos ini. oo..saya hampir lupa, pada pos belanja tidak langsung khususnya pada bantuan sosial terjadi penurunan dari 6,87 miliar pada tahun 2012 menjadi 4,420 pada tahun 2013,,padahal bantuan sosial ini sangat penting sekali dalam mengurangi kemiskinan atau menambah bantuan pendidikan bagi para rakyatnya yang sedang menempuh pendidikan. Yang saya takutkan,,semga tidak terjadi pada tahun 2014 atau tahun 2015 pos ini akan terjadi lonjakan terkait dengan agenda politik. Kebanyakan daerah di Indoensia seperti itu, jika ada pemilihan kepala daerah, biasanya pos ini sering digunakan, semoga Pasaman barat tidak terjadi hehe...
Penyerapan Anggaran menjadi masalah yang harus sama-sama kita cermati,,,karena kebanyakan daerah di Indoensia seperti ini. Untuk Pasaman Barat terjadi Silpa sebesar 52,103 Miliar lebih besar daripada PAD nya sendiri. Istilah para ilmuwan menyebut ini sebagai kebijakan Debottlenecking, banyak kegiatan itu dilaksanakan pada triwulan 4, pada triwulan pertama praktis hanya beberapa kegiatan, ditambah dengan melanjutkan kegiatan sisa anggaran (SILPA) tahun sebelumnya,,bahkan ketakutan kita kegiatan itu numpuk disatu bulan saja seperti bulan desember beribu-ribu kegiatan disulap sekaligus (contoh Kota Yogjakarta pada tahun 2011 menurut penelitian Prof. Wahyudi Kumorotomo ada 1 ribu lebih kegiatan yang dilaksanakan pada bulan Desember) padahal Kota Yogyakarta kota terbaik 1 indonesia menurut peringkat kemendagri 2010,,bayangkan dengan pasaman barat yang peringkat 208 untuk kategori kabupaten 2010 hehe menduga-duga gimana ya??...meski sebenarnya anggaran itu pada dsarnya harus dihabiskan untuk masyarakat tetapi juga harus memperhatikan apakah kegiatan itu perencanaanya sudah tepat jangan sampai kejadian seperti ini kegiatan yang disulap hanya pada bulan desmeber atau triwulan 4. Anggaran itu tidak untuk disimpan-simpan tetapi dihabiskan untuk memberikan pelayanan kepada masayrakat khususnya pada sektor belanja barang dan jasa serta belanja Modal. Semoga pasaman Barat tidak ya.
Kebanyakan di indonesia, Ketakuatan dalam penyusunan anggaran daerah adalah apa yang dinamakan dengan anggaran tradisional bersifat incremantalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya. Data tahun sebelumnya digunakan sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan pengkajian mendalam. Pendekatan semacam ini tidak saja belum menjamin terpenuhinya kebutuhan rill, namun juga dapat mengakibatkan kesalahan yang terus berlanjut. Hal ini disebabkan karena kita tidak pernah tahu apakah pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar penyusunan anggaran telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.
Masalah utama anggaran seperti ini adalah terkait dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money (ekonomi, efisien dan efektif). Sehingga seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilakasanakan. Hal ini dikarenakan pada pendekatan tradisional, kinerja dinilai berdasarkan habis tidaknya anggaran yang diajukan , bukan berdasarkan pada pertimbangan output yang dihasilkan dibanding dengan target kinerja yang dikehendaki (outcome).
Mari kita bersama-sama memberikan masukan kepada Pasaman Barat ranah Tuah Basamo tercinta..

* Mahasiswa Pascasarjana Fisipol UGM